ABSTRAK
Padli Ramadhan, 2011. Kategori Fatis Bahasa Minangkabau dalam Buku Carito Etek Siar. Jurusan Sastra Daerah
Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang 2016.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ditemukannya kata, gabungan
kata, dankelompok kata yang berkategori sebagai kategori fatis banyak digunakan dalam buku Carito Etek Siar.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menjelaskan bentuk-bentuk kategori fatis
yang terdapat dalam buku Carito Etek Siar,
2) menjelaskan distribusi dan makna kategori fatis dalam buku Carito Etek Siar.
Ada tiga metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian, yaitu 1) metode dan
teknik penyediaan data, menggunakan metode simak, teknik sadap dan teknik catat
2) metode dan teknik analisis data, menggunakan metode padan ortografis, metode
padan translasional, metode padan refrensial dan 3) metode dan teknik penyajian
hasil analisis data, menggunakan metode formal (Sudaryanto, 1993:145).
Dari
hasil analisis data ditemukan 74 (tujuh puluh empat) bentuk lingual kategori
fatis yang terbagi atas tiga bentuk tataran lingual, yaitu tataran lingual satu
kata, dua kata dan tiga kata atau lebih. Kategori fatis bahasa Minangkabau yang
digunakan dalam buku Carito Etek Siar ada
yang berposisi di awal, di tengah, dan akhir kalimat. Akan tetapi, posisi letak
kategori fatis bahasa Minangkabau lebih banyak menempati posisi tengah dan
akhir kalimat. Kategori fatis yang berposisi di awal kalimat jumlahnya relatif
lebih kecil bila dibandingkan dengan bentuk kategori fatis yang berposisi di
tengah dan akhir kalimat. Kategori fatis bahasa Minangkabau bermakna
menegaskan, menguatkan, menekankan, dan menghaluskan.
Kata Kunci: kelas kata, kategori fatis, bahasa Minangkabau
PENDAHULUAN
Menurut Parker (dalam Noviatri dan Reniwati 2010:4),
pada komponen-komponen bahasa manusia, baik bahasa yang dipakai manusia di masa
lampau, maupun sekarang, dijumpai ciri-ciri keumuman yang disebut dengan
kesemestaan bahasa.Akan tetapi, dibalik kesemestaan itu dapat dilihat adanya kekhasan dan
kekhususan dari masing-masing bahasa.
Bahasa daerah merupakan bahasa yang memiliki ciri
khas tersendiri dalam interaksi sosial masyarakat.Noviatri dan Reniwati
(2010:4) menyatakan bahwa bahasa daerah dikenal sebagai bahasa yang sangat
ekspresif, karena bahasa daerah merupakan media penyampaian ungkapan perasaan
dan emosi penuturnya.Selain itu, bahasa daerah sangat kaya dengan satuan
lingual yang berkaitan dengan pengungkapan perasaan dan emosi.Salah satu bentuk
satuan lingual yang dimaksud adalah kategori fatis,kategori ini sering
digunakan dalam bahasa Minangkabau.
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas untuk
memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan kawan
bicara (Kridalaksana, 2007:114). Kelas kata ini biasanya terdapat dalam konteks
dialog atau wawancara bersambutan, yaitu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh
penutur kepada mitra tutur. Kridalaksana (2007:116) menyebutkan bahwa kategori
fatis ada yang berbentuk partikel, kata, dan frase.
Bentuk-bentuk fatis sering digunakan oleh masyarakat
tutur bahasa Minangkabau dalam komunikasi sehari-hari,
tanpa kehadiran kategori ini tuturan masyarakat Minangkabau akan terasa hambar,
tidak bernilai rasa dan mitra tutur pun akan menanggapinya dengan biasa-biasa
saja. Selain itu, hal ini berpengaruh terhadap isi dari tuturan oleh penutur
kepada mitra tutur menjadi kurang kukuh.Oleh karena itu, kehadiran satuan
lingual ini berperan penting dalam bahasa Minangkabau.
Berkembangnya ilmu membaca dan menulis masyarakat
Minangkabau telah membawa bahasa Minangkabau ke dalam ranah tulisan.Salah
satunya adalah bukuCarito Etek Siar
yang ditulis oleh Adriyetti Amir.
Carito Etek Siar
(berikutnya disingkat menjadi CES) adalah buku yang menghadirkan cerita lepas
dalam bahasa Melayu-Minangkabau. Cerita-cerita lepas yang terdapat di dalamnya
merupakan cerita yang pernah dipublikasikan dalam suratkabar daerah,
Bukittinggi Pos dan Singgalang. Selain itu, cerita lepas dalam buku ini berisi
kejadian-kejadian di daerah maupun nasional yang menarik dari sisi
kemanusiaannya. Lebih dalam lagi
buku ini menceritakan tentang apa-apa yang terdengar di masyarakat, situasi
kampung, cara hidup, dan cara masyarakat kampung itu memandang masalah. Di
sinilah letak pentingnya buku CES untuk melestarikan bahasa dan kebudayaan
masyarakat Minangkabau melalui karya berupa buku.
Buku ini memuat 78 (tujuh puluh delapan) buah cerita
singkat berbahasa Melayu-Minangkabau dengan judul yang berbeda-beda. Penulis mengumpulkan
data yang berkaitan dengan kategori fatis dari dua puluh lima (25) judul cerita
yang dipilih secara acak dalam buku tersebut. Hal ini dilakukan karena
penggunaan variasi bahasa di setiap judul cerita tidak memiliki banyak
perbedaan dan lebih memudahkan penulis dalam memperoleh data.Penulis berharap
dari semua cerita singkat tersebut dapat memenuhi data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, karena bahasa yang digunakan dalam buku tersebut merupakan bahasa
Melayu-Minangkabau yang sangat menarik untuk diteliti.
KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu 1)
mendeskripsikan bentuk-bentuk fatis bahasa Minangkabau yang terdapat dalam buku CES dan 2)
mendeskripsikan distribusi dan makna fatis bahasa Minangkabau yang terdapat
dalam buku CES, diperoleh
kesimpulan bahwa :
Pertama, bertolak dari semua data
yang dikumpulkan di dalam buku
CES yang kemudian dilanjutkan dengan pengklasifikasian data, ditemukan 74 (tujuh puluh empat) bentuk lingual kategori fatis dalam
bahasa Minangkabau. Dari semua bentuk kategori fatis tersebut terdiri dari bentuk tataran lingual satu kata, tataran
lingual dua kata dan tataran lingual tiga kata atau lebih.
Bentuk-bentuk kategori
fatis tersebut antara lain:
1) a,
2) bagai, 3) bana, 4) banalah,
5) bih, 6) ciek, 7) do, 8) e, 9) jeh, 10) juo, 11) juolah, 12) kan, 13) kolah, 14) komah, 15) lah, 16) lai, 17) mah, 18) malah, 19) mangko, 20) monah, 21) ndak, 22) ngomoh, 23) nyeh, 24) sae, 25) saelah, 26) tek, 27) tumah, 28) yeh, 29) alah tumoh, 30) a tu,
31) bagai do, 32) bagai monah, 33) bana do, 34) bana komah,
35) bana nyeh, 36) bana tumoh, 37) bitu mangko,
38) ciek lai, 39) gak ciek, 40) juo nyeh, 41) kan lai,
42) ko a, 43) lah bih, 44) lai dih, 45) lai do, 46) lai moh, 47) mah a, 48) mangko lah, 49) nyo den,
50) pulo bagai, 51) pulo lai, 52) pulo mah, 53) pulo ndak,
54) pulo tumah, 55) pulo yeh, 56) sae do, 57) sae lai, 58) sae jeh,
59) sae lah, 60) sae ngomoh, 61) sae nyeh,
62) tek a, 63) tek lai, 64)
tumoh a, 65) yo sabana, 66) a juo lah, 67) bana lai tumoh, 68) bana tu
do, 69) dalam pado itu, 70) juolah gak ciek, 71) kok li lai, 72) lah jadi tumoh, 73) pulo tek
lai, 74) sabagai alah juo ko do.
Kedua, kategori fatis bahasa Minangkabau yang
digunakan dalam buku
CES ada yang berdistribusi
di awal, di tengah, dan akhir kalimat. Akan tetapi, posisi letak kategori fatis
bahasa Minangkabau lebih banyak menempati posisi tengah dan akhir kalimat.
Adapun kategori fatis yang berposisi di awal kalimat, jumlahnya relatif lebih
kecil bila dibandingkan dengan bentuk kategori fatis yang berposisi di tengah
dan akhir kalimat. Kemudian berdasarkan pengklasifikasian data dalam buku CES, dapat disimpulkan
bahwa kategori fatis bahasa Minangkabau bermakna menegaskan, menguatkan,
menekankan, dan menghaluskan. Semua makna tersebut secara keseluruhan terdiri
atas dua puluh enam (26) buah makna kategori fatis bahasa Minangkabau. Makna-makna
kategori fatis tersebut adalah sebagai berikut:
1) Makna menguatkan dugaan, 2) Makna menegaskan
pemberitahuan, 3) Makna menekankan pertanyaan, 4) Makna menegaskan
penyangkalan, 5) Makna menekankan keberadaan, 6) Makna menekankan
ketidakberadaan, 7) Makna menekankan penunjukkan, 8) Makna menegaskan
ketidaksetujuan, 9) Makna menegaskan ketidakpedulian, 10) Makna menghaluskan
sanggahan, 11) Makna menegaskan sanggahan, 12) Makna menegaskan larangan, 13)
Makna menghaluskan larangan, 14) Makna menekankan intensitas, 15) Makna
menguatkan pujian, 16) Makna menekankan jumlah, 17) Makna menekankan penidakan,
18) Makna menekankan kebersediaan, 19) Makna mempertegas ejekan, 20) Makna
menekankan cemeeh, 21) Makna menekankan kebenaran, 22) Makna menegaskan
ketidak-aslian, 23) Makna menekankan kekecewaan, 24) Makna menekankan kesamaan,
25) Makna menekankan rasa pesimis, 26) Makna menekankan keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 2007. Kelas Kata Bahasa Minangkabau.
Padang: FBSS UNP.
Alwi, Hasan, dkk.2003.Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Ayub,
Asni, dkk. 1993.Tata Bahasa Minangkabau.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jasmalinda. 2011. “Penggunaan Kata Dek Dalam KABA Klasik Minangkabau” Skripsi Fakultas Sastra Universitas Andalas. Padang:
Universitas Andalas.
Kridalaksana, Harimurti. 2004. Kamus Linguistik
(Edisi Keempat).
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2007.Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kristina. 2004. ”Kategori Fatis Bahasa Minangkabau” Dalam jurnal Masyarakat Linguistik Indonesia, no
2 tahunke 22. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Moussay, Gerard. 1998. Tata Bahasa Minangkabau.
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Noviatri. 2002. “Konstituen ndak dan i
(ndak) dalam bahasa Minangkabau”.
Laporan Penelitian Unand.
Noviatri dan Reniwati.2010. Kategori Fatis Bahasa Minangkabau di Kabupaten
Padang Pariaman. Padang: Minangkabau Press.
Parera, J.D. 2009. Dasar-Dasar Analisis Sintaksis.
Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2001. SEMANTIK
LEKSIKAL (Edisi Kedua). Jakarta: PT.
RINEKA CIPTA.
Putri, Widia, Afrina. 2012. “Kategori Fatis Bahasa Minangkabau di Kanagarian Surantih, Kabupaten Pesisir Selatan”. Skripsi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. Padang:
Universitas Andalas.
Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta: CV. Karyono.
Sudaryanto. 1993. Metodedan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Tarigan, Henry, Guntur. 1986. Pengajaran Sintaksis.
Bandung: Angkasa.
Usman, Abdul Kadir. 2002. Kamus Umum Bahasa Minangkabau Indonesia. Padang: Anggrek Media.
Yusra, Hasnawati. 2012. “Kategori Fatis Bahasa Minangkabau Dalam Kaba Rancak Di Labuah”. Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negri Padang. Padang:
UniversitasNegri Padang.