BAHASA CAMPUR KODE
DI KELURAHAN KAMPUNG PONDOK,
DI KELURAHAN KAMPUNG PONDOK,
KECAMATAN PADANG BARAT
Padli Ramadhan
Universitas Andalas
Universitas Andalas
ABSTRAK
Campur
kode merupakan terjadinya pencampuran dua bahasa atau lebih dalam suatu
peristiwa tutur. Kemampuan menguasai bahasa dari penutur dan petutur sangat
penting di dalam peristiwa ini. Salah satu contoh daerah di Indonesia yang
masyarakatnya merupakan masyarakat bilingual (dwibahasa) adalah pada kelurahan
Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat. Karena adanya interaksi antar etnik
Minang dengan etnik Cina yang sudah lama, maka keganjilan berbahasa dalam
setiap peristiwa tutur mengakibatkan adanya campur kode, inilah yang penulis ingin paparkan dan menjadi sumber
masalah dalam penelitian ini.
Penelitian
ini bertujuan memaparkan mengenai bahasa campur kode dan faktor penentunya yang
ada di kelurahan Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat.
Penelitian deskriptif ini
menggunakan pendekatan Sosiolinguistik dan merupakan sebuah penelitian lapangan.
Metode simak bebas libat cakap dan wawancara merupakan metode yang digunakan
dalam pengumpulan data. Teknik catat digunakan juga dalam proses pengumpulan
data. Data dalam penelitian ini berupa tuturan masyarakat di kelurahan Kampung Pondok, kecamatan Padang
Barat yang di dalamnya mengandung unsur campur kode.
Campur
kode bahasa pada penelitian ini dilihat dalam dua faktor, yaitu faktor lingual
dan factor non-lingual. Campur kode yang terjadi di kelurahan Kampung Pondok,
kecamatan Padang Barat terdiri dari; Campur kode pada Bahasa Cina (BC) di dalam
Bahasa Indonesia (BI), campur kode Bahasa Cina di dalam Bahasa Minang (BM),
serta campur kode Bahasa Cina (BC) dan Bahasa Minang (BM) di dalam Bahasa
Indonesia (BI).
Kata kunci: sosiolinguistik, campur kode, etnis cina, minangkabau.
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar dalam berkomunikasi memegang peranan yang penting dalam
berbagai ranah, seperti pemerintahan, keluarga, agama, etnik, maupun
pendidikan. Dalam ranah etnik bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa umum
yang menyatukan berbagai macam etnik yang ada di negri ini. Sebagai penghubung
komunikasi yang baik, bahasa Indonesia melebur di dalam keseharian masyakarat
etnik manapun.
Penggunaan bahasa Indonesia sebagai
bahasa penghubung dalam komunikasi antar
etnik itu memang perlu dipertahankan. Namun ada beberapa hal yang harus kita
ingat bahwa berdasarkan aspek linguistik, “masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang bilingual (dwibahasa) yang menguasai lebih dari satu bahasa,
yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing” (Nababan, 1992:27).
Masyarakat yang dwibahasa akan mengalami kontak bahasa sehingga melahirkan
campur kode.
Campur
kode merupakan terjadinya pencampuran dua bahasa atau lebih dalam suatu
peristiwa tutur. Kemampuan berbahasa dari penutur dan petutur sangat penting di
dalam peristiwa ini. Salah satu contoh daerah di Indonesia yang masyarakatnya
merupakan masyarakat bilingual (dwibahasa) adalah pada kelurahan Kampung
Pondok, kecamatan Padang Barat. Daerah ini merupakan daerah pemukiman yang dihuni
oleh para keturunan etnis Cina yang telah membaur dengan masyarakat Minangkabau
sejak lama. Disebabkan oleh adanya interaksi antar etnik Minang dengan etnik Cina
yang sudah lama, maka keganjilan berbahasa dalam setiap peristiwa tutur
mengakibatkan adanya campur kode, inilah yang peneliti ingin paparkan dan menjadi sumber
masalah dalam penelitian ini.
1.2 Tujuan
Penelitian
ini bertujuan memaparkan mengenai bahasa campur kode dan faktor penentunya yang
ada di kelurahan Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat.
1. 3 Metode dan teknik
Metode
dan teknik merupakan konsep yang berbeda, tetapi mempunyai hubungan yang sangat
erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Metode dan teknik
adalah cara yang dipakai dalam melakukan suatu upaya. Metode adalah cara yang
harus dilaksanakan, dan teknik adalah cara melaksanakan metode tersebut (Sudaryanto,
1993: 9).
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi/ simak. Peneliti
melakukan observasi langsung ke daerah Kampung Pondok di kota Padang. Metode
Simak bebas libat cakap digunakan di dalam observasi penelitian. Dilanjutkan
dengan teknik wawancara di dalam pengumpulan data yang lebih mendalam. Dengan
wawancara banyak informasi didapatkan dari narasumber/ informan. Data yang
diperoleh dikumpulkan dengan teknik catat yang langsung dilakukan pada saat
sesi wawancara. Pada pembahasan data disajikan dalam bentuk peristiwa tutur.
2. PEMBAHASAN
2.1 Campur Kode
Ketika
suatu kelompok masyarakat memiliki bahasa daerah tersendiri, maka bahasa itu
akan berinteraksi dengan bahasa yang lain. Dari interaksi-interaksi yang
terjadi itu akan menghasilkan sebuah bahasa campur kode. Seorang penutur
misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan
bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan
muncul ragam bahasa Indonesia yang keminang-minangan (kalau bahasa daerahnya
adalah bahasa Minang) atau bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (kalau bahasa
daerahnya adalah bahasa Jawa). Jadi di dalam campur kode ada sebuah kode utama
atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya,
sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah
berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah
kode (Chaer: 1995:151) .
Sumarsono (2002:202-203) menyatakan
bahwa “campur kode terjadi apabila penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain
ketika sedang memakai bahasa tertentu”. Misalnya, ketika berbahasa Indonesia,
seseorang memasukan unsur bahasa Bali.
Nababan (1992) memaparkan pengertian
tentang campur kode sebagai pencampuran dua bahasa atau lebih dalam suatu
tindak bahasa tanpa ada situasi yang menuntut pencampuran itu. Ditambahkan
pula, percampuran bahasa tersebut disebabkan oleh kesantaian atau kebiasaan
yang dimiliki oleh pembicara dan biasanya terjadi dalam situasi informal.
Sejalan dengan pendapat Nababan,
Jendra (1991) menyatakan bahwa campur kode tidak dituntut oleh situasi dan
konteks pembicaraan tetapi lebih ditentukan oleh pokok pembicaraan pada saat
itu. Campur kode disebabkan oleh kesantaian dan kebiasaan pemakai bahasa dan
pada umumnya terjadi dalam situasi informal.
Selanjutnya dikatakan bahwa campur
kode terjadi di bawah tataran klausa dan unsur sisipannya telah menyatu dengan
bahasa yang disisipi. Selanjutnya Jendra (1991:123) menambahkan bahwa
“seseorang yang bercampur kode mempunyai latar belakang tertentu, yaitu adanya
kontak bahasa dan saling ketergantungan bahasa ( Language dependency), serta ada unsur bahasa lain dalam suatu
bahasa namun, unsur bahasa lain mempunyai funsi dan peranan yang berbeda”.
Dari beberapa pendapat dan pandangan
para ahli mengenai campur kode dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan
peristiwa penggunaan bahasa atau unsur bahasa lain ke dalam suatu bahasa atau
peristiwa pencampuran bahasa. Peristiwa campur kode dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari pada interaksi sosial masyarakat kelurahan Kampung Pondok,
kecamatan Padang Barat. Terjadinya campur kode biasanya disebabkan oleh tidak
adanya padanan kata dalam bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu maksud.
2.2 Campur Kode di Kampung Pondok
Bahasa
campur kode di Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat sudah terjadi pada sejak
lama di kalangan masyarakatnya. Fenomena ini terjadi pada peristiwa tutur di
rumah maupun peristiwa tutur di luar rumah . Tidak ada yang mengetahui secara
pasti sejak kapan mereka mulai terbiasa dengan bahasa yang bercampur tersebut.
Bagi
masyarakat di daerah ini, mereka tidak menyadari bahwa tindak tutur mereka
merupakan peristiwa campur kode. Mereka hanya tahu bahwa terdapat pencampuran
dalam berbahasa sehari-hari merekadan itu merupakan hal yang biasa. Bentuk
bahasa campur kode yang terjadi di Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat dapa
dilihat melalui peristiwa tutur (1) dan peristiwa tutur (2) pada pembahasan
selanjutnya.
2.3 Faktor Situasional
Merujuk
kepada apa yang dikemukakan oleh Fishman dalam Suwito (1982: 2-3) bahwa dalam
berkomunikasi, terdapat faktor-faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian
bahasa, yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, di mana,
dan mengenai masalah apa atau dirumuskan dengan “Who speaks what language to whom and when”.
Siapa
yang berbicara dapat diartikan sebagai penutur yang berasal dari golongan mana,
kedudukannya dalam masyarakat, pendidikan, umur, dan jenis kelamin. Semua ini
sangat mempengaruhi pemilihan kata di dalam berkomunikasi. Kepada siapa
berbicara juga ikut mempengaruhi penutur dalam memilih kata-kata yang sesuai
dengan situasinya. Apabila berbicara dengan orang yang seprofesi dengan
penutur, maka ada kemungkinan mereka akan berbicara dengan menggunakan
istilah-istilah yang berlaku dalam bidang tersebut. Kapan berbicara dapat
dipahami sebagai situasi yang bagaimana komunikasi itu berlangsung, misalnya
situasi santai dan situasi resmi akan mempengaruhi pemilihan kata.
Mengenai
masalah dapat diartikan sebagai topik pembicaraan. Menurut Pateda (1987: 23),
topik pembicaraan mencakup fokus pembicaraan, kualitas pembicaraan formal atau
informal, dan pembicaraan yang intim. Bila topik pembicaraan masalah
kebahasaan, maka dengan sendirinya istilah-istilah kebahasaan akan muncul tanpa
khawatir lawan bicara tidak memahami apa yang dibicarakan. Setting (latar)
merupakan tempat berlangsungnya pembicaraan, seperti yang dikemukakan oleh
Suwito (1982: 29) bahwa setting adalah tempat bicara dan suasana bicara.
Dalam
percakapan masyarakat Kampung Pondok ditemukan faktor situasional, yaitu:.
(Peristiwa
tutur 1)
Tiffany:“Chen..”.
“Chen..”.
“Chen..”.
Chen: “Apo
dek lu?”
“Ada apa?”
“Ada apa?”
Tiffany: “Ado
lu buek tugas? Gua belum buek gi do, boleh gua pinjam?”
“Ada kamu buat tugas? Aku belum buat lagi nih, boleh aku pinjam?”
“Ada kamu buat tugas? Aku belum buat lagi nih, boleh aku pinjam?”
Chen:
“
gua belum lo siap gi do. Ho na, awak pinjam se tugas
anak-anak tu”.
“ aku belum siap juga lagi. Ya sudah, kita pinjam saja tugas anak-anak itu”.
“ aku belum siap juga lagi. Ya sudah, kita pinjam saja tugas anak-anak itu”.
Tiffany:“Masalahnya, dorang tu belum siap juga gi do”.
“Masalahnya, mereka itu belum siap juga lagi”.
“Masalahnya, mereka itu belum siap juga lagi”.
Dalam
wacana percakapan di atas terdapat campur kode Bahasa Cina (BC) dan Bahasa
Minang (BM) dalam Bahasa Indonesia (BI). Hal itu terlihat dari percakapan dua
anak remaja di atas yang menggunakan kata BC, yaitu Ho na, ‘Ya sudah’ dan kata BM, yaitu awak
se’kita saja’ diantara BI tidak baku pada kata-kata gua belum lo siap gi do, ‘aku belum siap
juga lagi’ dan pinjam tugas anak-anak tu, ‘pinjam tugas anak-anak itu’. Campur
kode BI dalam BM terlihat pada BI tidak baku kata lu’kamu’ diantara BM pada kata
Apo dek ’ada apa’ dan BI tugas diantara BM pada kata ado
buek ‘ada buat’. Kemudian
campur kode BC dalam BI tidak baku dapat terlihat pada kata dorang
’mereka’ diantara Masalahnya, tu belum
siap juga gi do’masalahnya itu belum siap juga lagi’.
Bahasa
campur kode yang terjadi dalam percakapan remaja seperti contoh di atas,
terjadi pada saat berada di kantin sekolah. Sebagaimana halnya kantin, maka di
sana akan tercipta suasana yang santai untuk berbincang dengan teman-teman
sekolah. Chen dan Tiffany berbincang berdua mengenai tugas sekolah mereka,
namun dengan suasana yang santai membuat mereka leluasa berbincang dan
membiarkan terjadi keganjilan berupa campur kode dalam struktur bahasa
tuturnya..
2.4 Faktor Lingual
Faktor
lingual disebut juga dengan faktor bahasa. Dalam proses interaksi sosial masyarakat media yang digunakan dalam berkomunikasi
adalah bahasa lisan. Penutur dalam pemakaian bahasanya sering mencampurkan
bahasanya dengan bahasa lain sehingga terjadi campur kode.
Tataran
Kata
Campur
kode secara lingual meliputi beberapa tataran yang berbeda, seperti tataran
kata, frase, klausa, dan kalimat.
Berdasarkan data yang dipilah, ditemukan adanya campur kode antara
bahasa Minang dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dalam percakapan
masyarakat ditemukan pada tataran kata, yaitu:
(Peristiwa
tutur 2)
Paman: ”koh”.
“bang”.
“bang”.
Ponakan: “iya, apa om?”
“iya apa om?”.
“iya apa om?”.
Paman: “Pegi ke warung beli gula separampek, telok lima, tepung setengah kilo!”
“Pergi ke warung beli gula seperempat, telur lima, tepung setengah kilo!”.
“Pergi ke warung beli gula seperempat, telur lima, tepung setengah kilo!”.
Ponakan: “Duiknya
lebih buat gua ya?”.
“duitnya lebih untuk aku ya”.
“duitnya lebih untuk aku ya”.
Paman: “chin chai, cepak lah sana”.
“terserah saja, cepatlah sana”.
“terserah saja, cepatlah sana”.
Dalam
wacana percakapan di atas, terdapat campur kode BC pada kata-kata koh’bang’,
pegi
‘pergi’, telok ‘telur’, duiknya ‘duitnya’, cepak ‘cepat’, dan chin chai ‘terserah
saja’. Kemudian BM pada kata BI separampek ’seperempat’ diantara BI
pada kata iya apa om, ke warung beli
gula, tepung setengah kilo, lebih buat aku ya.
Campur
kode pada BC yang ditunjukkan oleh kata chin chai ‘terserah saja’, merupakan
istilah dalam BC yang digunakan dalam tataran kata si Paman kepada Ponakan.
2.5 Faktor Non-Lingual
Faktor
non lingual yang dibahas tentu saja faktor yang berada di luar bahasa, seperti
siapa yang berbicara, bila dan di mana, serta topik yang sedang dibicarakan.
Faktor
non lingual disebut juga dengan faktor non bahasa atau disebut juga dengan faktor
penutur. Penutur
atau pembicara terkadang sengaja bercampur kode terhadap mitra bahasa karena
dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pembicara kadang-kadang melakukan
campur kode antara bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena kebiasaan dan
kesantaian situasi percakapan
2.5.1
Siapa yang Berbicara
Campur kode yang disadari oleh penutur biasanya terjadi
karena penutur mempunyai
maksud-maksud tertentu. Dalam bahasa para remaja misalnya, campur kode ke Bahasa Cinabermaksud untuk mengakrabi atau untuk mengungkapkan gagasan yang
ditujukan pada diri sendiri, serta untuk menyampaikan maksud dan tujuan. Hal ini dipengaruhi oleh watak remaja yang
cenderung tidak mau berlama-lama dalam menyampaikan maksudnya, mereka lebih
santai dalam mengatakan apa yang ingin dikatakan.
Pada dasarnya bahasa campur kode yang dipergunakan oleh remaja di kelurahan Kampung Pondok, kecamatan
Padang Barat adalah dikarenakan
faktor sosial, pendidikan, bahasa, dan sikap dari remaja itu sendiri.
Tidak setiap anak remaja memiliki sikap yang sama dalam berbahasa. Dalam hal
ini adalah remaja yang mana mereka setiap hari berinteraksi dengan anak-anak
remaja lain dengan latarbelakang yang berbeda-beda.
Pada campur kode Bahasa
Cina antara paman dengan keponakannya dapat dilihat dari segi penuturnya.
Seorang paman yang sudah dewasa dan cukup umur menggunakan istilah chin
chai ‘terserah saja’ kepada ponakannya yang berbahasa Indonesia. Dalam
hal ini berarti seorang paman lebih leluasa dalam berbahasa dibandingkan
ponakannya dilihat dari cara dia menyebutkan istilah dalam Bahasa Cina.
Karena usia dan status
social di dalam keluarga lebih tinggi, maka si Paman dalam berbahasa kepada
Ponakan tanpa canggung. Tanpa memikirkan struktur bahasa yang digunakan, dan
keganjilan dalam penuturan bahasa tidak terlalu diperhatikan, rasa tanpa
canggung itu membuat hadir bahasa campur
kode.
2.5.2
Kapan dan Dimana
Karena
peristiwa campur kode dapat dilihat dari berbagai faktor, maka penting rasanya
untuk melihat dari aspek kapan dan dimana campur kode itu terjadi. Seorang
penutur tidak selamanya menggunakan bahasa campur kode dalam setiap interaksi
sosialnya. Waktu dan tempat merupakan situasi yang sangat penting dalam memperhatikan
peristiwa campur kode.
Bahasa
campur kode yang terjadi dalam percakapan remaja seperti contoh di atas,
terjadi pada saat berada di kantin sekolah. Sebagaimana halnya kantin, maka di
sana akan tercipta suasana yang santai untuk berbincang dengan teman-teman
sekolah. Chen dan Tiffany berbincang berdua mengenai tugas sekolah mereka,
namun dengan suasana yang santai.
Peran
waktu dan tempat di dalam terjadinya peristiwa campur kode memang tidak terlalu
utama, karena seperti yang telah disebutkan bahwa dalam peristiwa campur kode
terdapat beberapa faktor penyebabnya. Namun, dalam waktu dan tempat tertentu
yang mampu menghadirkan suasana santai dan tidak formal biasanya berpeluang
besar untuk terjadinya peristiwa campur kode.
2.5.3
Topik Pembicaraan
Topik
pembicaraan dalam setiap peristiwa campur kode tentunya berbeda-beda. Tidak
bisa ditentukan pada topik apa saja terdapat bahasa campur kode, hal ini sekali
lagi mengisyaratkan bahwa campur kode tidak tergantung pada suatu faktor
tertentu.
Dua
contoh percakapan yang ditampilkan di atas memiliki topik yang berbeda dan
bahasa campur kode yang terjadi tidak mengisyaratkan kepada topik-topik
tertentu. Namun topik pembicaraan di sini dapat dilihat sebagai wadah bagi si
penutur untuk menyampaikan emosi atau sikapnya dalam bentuk bahasa campur kode.
3. PENUTUP
Kesimpulan
Faktor-faktor penentu
campur kode terdiri dari faktor lingual dan faktor non lingual. Faktor lingual
merupakan faktor bahasa sedangkan faktor non lingual merupakan faktor non
bahasa yang mempengaruhi peristiwa campur kode di kelurahan Kampung Pondok,
kecamatan Padang Barat.
Bahasa campur kode yang
terjadi di kelurahan Kampung Pondok, kecamatan Padang Barat terdiri dari:
1) Campur
kode pada Bahasa Cina di dalam Bahasa Indonesia,
2) Campur
kode Bahasa Cina di dalam Bahasa Minang, serta
3) Campur
kode Bahasa Cina dan Bahasa Minang di dalam Bahasa Indonesia.
Saran
Sesungguhnya
masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Semoga dari penelitian
yang singkat ini dapat menjadi awal bagi penulis sendiri khususnya dan yang
lain pada umumnya untuk melanjutkan penelitian di bidang lingustik, khususnya
tentang campur kode.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Jendra. 1991. Dasar-dasar
Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Nababan. 1992. Sosiolinguistik:
Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Mansur. 1987. Sosiolinguistik.
Bandung: Angkasa.
Sudaryanto.
1993. Metode Linguistik; Bagian Kedua (Metode dan Aneka Teknik
Pengumpulan Data). Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Pengumpulan Data). Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Sumarsono. 2002. Sosiolinguistik.
Yogyakarta: Sabda.
Suwito. 1983. Sosiolinguistik
Teori dan Problema. Surakarta: Hendry Offset.
No comments:
Post a Comment