...................................................................................................................................................................
PENDAHULUAN
Laporan
buku atau laporan bacaan adalah sebuah laporan yang bertujuan untuk mendorong
mahasiswa membaca buku-buku yang diwajibkan atau yang dianjurkan, serta
meningkatkan kemampuan mereka memahami isi buku-buku yang diwajibkan atau
dianjurkan, serta mingkatkan kemampuan mereka memahami isi buku-buku tersebut.
Laporan
bacaan ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) semester
lima, jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Andalas. Buku yang penulis baca adalah sebuah skripsi yang berjudul “Peribahasa
dalam Kaba Rancak di Labuah” oleh Yulia, Jurusan Sastra Daerah, Fakultas
Sastra, Universitas Andalas pada tahun 2007 .
Skripsi
yang terdiri dari lima puluh empat halaman ini, ditulis untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sastra. Di
dalam skripsi tersebut terdapat empat BAB yaitu, BAB I Pendahuluan, BAB II
Analisis terhadap Peribahasa dalam Kaba Rancak di Labuah, BAB III Hubungan
Peribahasa dalam Kaba Rancak di Labuah dengan Nilai-nilai Kebudayaan
Minangkabau dan BAB IV Penutup.
RINGKASAN BUKU
BAB
I. Pendahuluan
Peribahasa
merupakan ungkapan dari sekelompok masyarakat yang mengandung pandangan dan
tujuan hidup dari masyarakat pendukungnya. Disamping itu, peribahasa sebagai
salah satu ungkapan tradisional juga terkandung dalam karya-karya tulis
misalnya kaba. Kata kaba berasal dari khabar (bahasa arab)
yang berarti “pesan” atau “berita”. Kata khabar berubah dalam ucapan bahasa
Minangkabau menjadi kaba, kemudian
berkembang menjadi kaba yang berupa
cerita.
KABA merupakan
karya sastra yang sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Minangkabau, umumnya
berisi kritikan social terhadap realitas yang ada di sekitar pengarangnya.
Awalnya KABA disampaikan dalam bentuk lisan oleh seorang ‘tukang kaba’ kepada
pendengarnya, dimana proses penyampaiannya adalah dengan cara berdendang,
diiringi dengan bunyi-bunyian khas Minang seperti rabab atau saluang.
Namun
seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, kegiatan sastra lisan
seperti yang dilakukan oleh ‘tukang kaba’ itu, sudah mulai terabaikan. Tetapi
pada hakikatnya perubahan bentuk kaba ini menjadi bentuk tulis tidak mengurangi
kandungan yang ada di dalamnya atau ciri kelisanannya. Berdasarkan wacana di
atas, maka penelitian ini akan mengkaji peribahasa dalam kaba, yaitu kaba Rancak di
Labuah sebagai objek penelitian.
Dari
latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini
adalah berupa tanda peribahasa dalam Kaba
Rancak di Labuah, kemudian makna yang terkandung pada setiap tanda
peribahasa dalam Kaba Rancak di Labuah, dan
hubungan tanda peribahasa dalam Kaba
Rancak di Labuah dengan nilai-nilai kebudayaan Minangkabau.
Adapun
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah, yang pertama untuk memahami
tanda peribahasa yang terkandung dalam Kaba
Rancak di Labuah. Kedua, untuk
memahami makna peribahasa dalam Kaba
Rancak di Labuah. Ketiga, untuk mendeskripsikan hubungan tanda peribahasa
dalam Kaba Rancak di Labuah dengan
nilai-nilai kebudayaan Minangkabau.
BAB II.
Analisis terhadap Peribahasa dalam “Kaba Rancak di Labuah”
Pada
bagian ini, peribahasa dikelompokkan menjadi, peribahasa yang sesungguhnya,
peribahasa yang tidak sesungguhnya, peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya,
peribahasa perumpamaan, dan ungkapan yang mirip dengan peribahasa.
II.1. Peribahasa
Yang Sesungguhnya
Peribahsa
yang sesungguhnya adalah ungkapan tradisional yang mempunyai sifat-sifat,
kalimatnya lengkap, bentuk biasanya kurang mengalami perubahan, mengandung
kebenaran atau kebijaksanaan. Peribahasa ini berjumlah 14 buah. Peribahasa
tersebut adalah sebagai berikut:
1.)
Alah di rusuak manjariau, alah dikasau lakek atok
2.)
Ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki
3.)
Ilmu padi makin baisi makin tunduak
4.)
Manungkuih tulang jo daun taleh, manyuruak di bawah lumbuang
5.)
Malu jo sopan tak babaleh, baso jo basi tak bahinggo
6.)
Nan elok samo dipakai, nan lamak samo dimakan
7.)
Kalau diuji ameh samo merah, kalau ditahia samo barek
8.)
Elok jo buruak galuik tumbuah, tingkah jo caran tak bahinggo
9.)
Lah bulek mangko digolekkan
10.) Bia lambek asa salamat, indak lari gunuang dikaja
11.) Kalau tapanjang dikareknyo, kok singkek diulehnyo
12.) Lidah indak batulang
13.) Siriah manyiriah kampia rokok
14.) Lain ikan lain umpannyo
II. 2. Peribahasa Yang Tidak Lengkap Kalimatnya
Peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya adalah ungkapan
tradisional yang mempunyai sifat-sifat khas, kalimatnya tidak lengkap,
bentuknya sering berubah, jarang mengungkapkan kebijaksanaan, biasanya bersifat
kiasan. Dalam Kaba Rancak di Labuah terdapat
4 buah peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya, yaitu seperti dibawah ini:
1.)
Siang manjadi angan-angan, malam manjadi buah mimpi
2.)
Lalok nan indak talalokkan, lah sasak alam tampek diam
3.)
Indak tatampuah ujuang dahan, diam di bawah tapi sajo
4.)
Hujan taduah kabuiklah tarang
II. 3. Peribahasa
Perumpamaan
Peribahasa
perumpamaan adalah ungkapan tradisional yang biasanya dimulai dengan kata-kata
“seperti” atau “bagai” dan lain-lain. Di Minangkabau sendiri peribahasa ini
ditandai dengan kata “bak”. Peribahasa perumpamaan dalam Kaba Rancak di Labuah adalah sebagai berikut:
1.)
Hiduik bak cando induak ayam, mangakeh mangko mancotok
2.)
Geleang kapalo bak sipatuang, pancaliakan mambumbuang ka udaro
3.)
Bagai maelo tali jalo, raso katagang dikanduakan, agak kandua ditagangi
4.)
Lakunyo bak musang jantan, tidua siang bajago malam
5.)
Bak baliang-baliang di ateh bukik, kamano angina nan dareh, ka kiun pulo
pikirannyo
6.)
Bak jangguik pulang ka daguak, bagai pisang masak sap arak
7.)
Bak kundi di ateh dulang, nan tak kanai manganaikan
8.)
Bak makan pisang masak, elok tpu manih ubeknyo
9.)
Bak balam jo katitiran, sabuni sagayo indak
10.)
Bak itiak dalam ayia
11.)
Bak ayam lapeh malam, kian kamari trumbu-rumbu
12.)
Bak balam tabang randah, ayam di lasuang tasambuha
13.)
Bak kancah nan laweh arang
14.)
Bak ayia dalam lauik
II. 4. Ungkapan-Ungkapan yang Mirip dengan Peribahasa
Ungkapan-ungkapan
yang mirip dengan peribahasa adalah ungkapan yang digunakan sebagai penghinaan
atau suatu jawaban yang pendek, tajam lucu, dan merupakan peringatan yang dapat
menyakitkan hati. Dalam Kaba Rancak di
Labuah hal ini ditunjukkan seperti berikut:
1.)
Badan malang badan cilako
2.)
Tinggi lonjak gadang galapua, diam di bawah tapi sajo
3.)
Sapantun si pongah dalam ngalau
4.)
Batureh tampak di lua, tapi di dalam kosong sajo
BAB III.
Hubungan Peribahasa dalam “Kaba Rancak di Labuah” dengan Nilai-nilai Kebudayaan
Minangkabau
Nilai dalam konsep kebudayaan terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup
di dalam alam fikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang
mereka anggap mulia. Konsep ini terlihat dalam unsur kebudayaan yang menyangkut
berbagai aktifitas manusia yang dipelajari. Unsur kebudayaan itu adalah bahasa,
system pengetahuan organisasi social, system peralatan hidup, teknologi, system
mata pencaharian hidup, system religi, dan kesenian.
Untuk
melihat hubungan peribahasa dalam Kaba
Rancak di Labuah dengan nilai-nilai kebudayaan Minangkabau setidaknya dapat
dilihat dari unsur kebudayaan seperti uraian di atas. Sedangkan unsur
kebudayaan yang ditemukan di dalam peribahasa Kaba Rancak di Labuah terdiri dari; system pengetahuan, organisasi
social, system mata pencaharian hidup, dan system religi.
III. 1. Sistem
Pengetahuan
Sistem pengetahuan berwujud seperti pengenalan terhadap
hal baru dan ia mempunyai suatu sistem tertentu, dengan sistem tersebut pemakai
pengetahuan berinteraksi. Dalam peribahasa Kaba
Rancak di Labuah, terkandung beberapa sistem pengetahuan yang mesti
dimiliki oleh masyarakat Minangkabau. Pengetahuan itu berkaitan dengan adat
atau norma yang berlaku di Minangkabau sejak dahulu antara lain pengetahuan
tentang orang sumando, penghulu, sikap yang seharusnya bagi seorang perempuan
dan laki-laki di tengah keluarga serta masyarakat. Ada juga undang-undang dan
hukum adat Minangkabau. Semua pengetahuan itu diungkapkan secara panjang lebar
dan dapat dimengerti.
III. 2. Sistem
Organisasi Sosial
Organisasi social mempunyai pola tertentu yang merupakan tatanan yang
diikuti oleh organisasi yang berdasarkan pada suatu konsep. Sedangkan
organisasi social dalam tiap kehidupan masyarakat Minangkabau diatur oleh
adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam
lingkungan dan bergaul dari hari-kehari. Dalam peribahasa Kaba Rancak di Labuah mengandung
nilai social yang diatur oleh ketentuan-ketentuan dan nilai-nilai yang berlaku.
Untuk melihat nilai-nilai tersebut, setidaknya dapat dilihat dari lingkungan
social masyarakat seperti lingkungan pemerintahan adat, dan lngkungan pergaulan
social.
III. 3. Sistem Mata
Pencaharian Hidup
Sistem ini dapat berupa konsep, rencana, kebijakan,
adat-istiadat yang ada hubungannya dengan ekonomi, tetapi juga berupa tindakan
dan interaksi berpola antar produsen, tengkulak, ahli transport, pedagang,
petani, dan pengecer dengan konsumen atau berbagai peralatan. Untuk sistem mata
pencaharian hidup dalam kehidupan masyarakat Minangkabau dapat berupa
system-sistem yang bersifat tradisional berupa berburu, berternak, bercocok
tanam di lading dan di sawah, serta menangkap ikan.
III. 4. Sistem Religi
Sistem religi dapat mempnyai wujud sebagai sistem keyakinan dan
gagasan-gagasan tentang Tuhan, Dewa-Dewa, dan juga sebagai bentuk upacara,
maupun benda-benda suci. Sistem religi dalam pandangan masyarakat Minangkabau
dapat berupa kepercayaan kepada adanya kekuatan pencipta alam semesta yang
dianggap lebih tinggi daripadanya, dan berusaha untuk melakukan berbagai hal
dengan cara-cara yang beraneka warna untuk berkomunikasi dan mencari hubungan
dengan kekuatan tadi. Sedangkan sistem religi yang terkandung dalam peribahasa Kaba Rancak di Labuah merupakan
keyakinan tentang pencipta alam semesta yang diwujudkan dalam bentuk upacara
adat seperti doa, makan bersama, dan orang-orang yang melakukan dan memimpin
upacaranya.
Gambaran rincinya yaitu dalam peribahasa Kaba Rancak di Labuah ajaran islam dan
adat diletakkan pada posisi yang paling tinggi mengharuskan setiap individu
untuk dijadikan pedoman dan melaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Hal tersebut diwujudkan pada saat merayakan hari besar Islam yaitu
hari raya Idul Fitri, merupakan hari kemenangan setelah berjuang menahan hawa
nafsu dan godaan selama sebulan penuh.
Kemenangan ini disambut dengan suka cita, segala
sesuatunya dipersiapkan, baik persiapan lahir maupun persiapan batin. Persiapan
lahir yaitu menghias diri dengan pakaian yang bersih atau lebih sering dengan
pakaian baru. Sedangkan persiapan batin mengucapkan dan memberikan maaf bagi
orang tua, saudara, kerabat atau tetangga dengan cara bersilaturahmi
.
BAB IV. Penutup
Kesimpulan
Peribahasa dalam sistem social budaya Minangkabau lebih dilihat dan
dimaknai sebagai nilai-nilai dasar yang menjadi patokan, berprilaku, dan
sekaligus mengajarkan masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang selaras dan
seimbang.
Peribahasa dalam Kaba Rancak di Labuah setelah dilakukan
pengklasifikasian, dapat ditarik kesimpulan bahwa peribahasa dalam Kaba Rancak di Labuah berjumlah 38 buah. Peribahasa sesungguhya 14
buah, peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya 4 buah, peribahasa perumpamaan
16 buah, dan ungkapan yang mirip dengan peribahasa 14 buah.
Dihubungkan dengan nilai-nilai kebudayaan dalam
masyarakat Minangkabauyang sudah ada. Peribahasa banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi, dan mempunyai fungsi social,
seperti pendidikan, identitas diri, dan sebagai alat untuk memperoleh gengsi
dalam masyarakat.
KESIMPULAN
Setelah membaca skripsi ini dan membuat ringkasannya, saya memiliki
kesimpulan terhadap isi dari skripsi ini. Kesimpulan saya adalah:
1.
Tidak
adanya contoh kasus yang diberikan di dalam skripsi ini mengenai
peribahasa-peribahasa yang berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan di
Minangkabau. Seharusnya di setiap peribahasa yang ditemukan diberikan contoh
kasus yang adadi masyarakat.
2.
Di dalam
skripsi ini terdapat 38 contoh peribahasa yang terdapat pada Kaba Rancak di Labuah, namun dari
sebanyak itu tidak digambarkan bagaimana peribahasa-peribahasa tersebut hadir
di lingkungan masyarakat Minangkabau pada masa dahulu dan masa sekarang. Karena
saya rasa hal ini sangat perlu untuk penilaian terhadap aplikasi dari
peribahasa sebagai control social di lingkungan masyarakat.
3.
Untuk
langkah awal sebuah penelitian, data yang ada pada skripsi ini bisa digunakan
untuk penelitian lebih lanjut tentang sastra lisan berupa “peribahasa
Minangkabau”.