Thursday, 14 August 2014

Gaya Bahasa Dalam Novel MERANTAU KE DELI, Karya HAMKA


1.      Pekerja-pekerja berlarian dalam kantor setelah menerima gajian masing-masing,gaji yang dihrapkan dari awal keujung bulan.yang menyebabkan setiap hari mereka memeras keringat. (Hlm:1).
Makna :yaitu bekerja keras tampa mengenal lelah dalam menjalani kehidupan untuk  bertahan hidup
            Gaya bahasa : Hiperbol
2.      Banyak kuli-kuli tersadai atua tersangkut saja disitu,tidak sanggup pulang lagi,tukang-tukan jual kain obral sangat lucunya,mulutnya bersorak-sorak memanggil kuli-kuli perempuan. (hlm :1)
Makna :yaitu suatu kehidupan tempat kediaman yang tidak bisa lagi berpindah ke tempat yang lainnya.
 Gaya bahasa :Metafora 
3.      Meskipun dagangannya terlalu kecil dan langgananya belum banyak,meskipun dagangannya belum begitu laku,semuanya itu tidak menghalangi darah mudanya. (hlm: 6).
Makna :ialah orang yang mempunyai semangat yang tangguh tampa mengenal lelah 
Gaya bahasa :pleonasme
4.      Yang menarik hatinya,ke kebun ialah seorang kuli perempuan yang cantik,masih muda.Dia istri “piaraan” dari mandur besar.(hlm:6). 
      Makna :ialah seseorang yang dilindungi.
      Gaya bahasa :Simile
5.      Memang demikian anank muda yang baru kenal akan “bermain mata”.mereka bermain mata,tak tahu bahwa perbuatan itu boleh menyulitkan langkah bahwa itu kelak,yang akan mencelakakan dirinya sendiri.(hlm:7).
       Makna :ialah orang yang tidak tahan melihat seseorang yang lebih bagus atau yang lebih cantik,sehinga dia akan menyulitka dirinya sendiri.
       Gaya bahasa :sinisme
6.      Tetapi kau poniem,tersisih dn berbeza dari mereka,dalm dirimu rupanya terdapat darah budiman,meskipun dimana engkau tinggal!.(hlm:14)
      Makna :ialah orang memiliki budi pekerti yang baik dan memiliki hati yang lembut.
       Gaya bahasa : Pleonasme
7.      Oh Poniem,saya tak mau begitu,saya mau kawin,saya berjanji sepenuh bumi dan langit akan memeliharamu.(hlm:15)
Makna : ialah suatu janji yang besar yang tak akan diingkari
Gaya bahasa :hiperbol
8.      Saya akan derita segala hinaan dan cacian,buat kau Poniem! biar kaum kerabat saya membusukkan saya,saya akan hidup dengan engkau dan didalam hidup engkau iti.(hlm:15).
      Makna : ialah seseorang yang di buang dari kampungnya sendiri atau orang yang di kucilkan didalam kampungnya
      Gaya bahasa : hiperbol
9.      Kalau masih baru pindahlah dari satu tangan ketangan yang lain.Dan kalau sudah agak luntur,terpakssalah masuk ke dalam hotel-hotel kepunyaan Tionghoa atau orang Jepung.(hlm :18).
      Makna :ialah ketika masih muda banyak orang yang suka dan apabila sudah agak tua sudah tidak ada yang peduli.
      Gaya bahasa :litotes
10.  Apabila “susu rimautelah bermain diatas kepala,maka kuli-kuli itu tidak malu-malu tampil ke muka,bersaut-sautan pantun dengan perempuan tandak itu dengan sahelai selendang di tangannya.(hlm :21). 
Makna : apabila orang telah terpedaya dengan apa yang dianggap membuatanya senang maka dia akan melakukan apa saja tampa malu-malu.
Gaya bahasa : Simile
11. Itu lah nasehat kawan yang lebih tua, yang telah lama makan garam kehidupan di tanah deli,nasehat yang bukan menghinakan bakal istrinya,tetapi menunjukkan jalan yang akan ditempuhnya. (hlm:24) 
Makna :orang yang telah banyak merasakan lika-liku kehidupan.
Gaya bahasa : asindenton
12. Kalau kehidupan manis yang sudah-sudah,barulah manis darah muda hati mulai naik belum lagi manis sesudah menempuh kepahitan ,yang selalu menyebabkan sebuah  rumah tangga laksana syurga didalam hidup ini.(hlm:25)
Makna :ialah sesusah-susahnya hidup kelak akan bahagia juga
Gaya bahasa :klimaks.
13.  Oleh karena kemunduran perdagangannya,leman kerap kali mengaluh,menarik nafas sebagai seorang terselip garam dalam giginya.(hln:28).
Makna :orang yang hampir putus asa menjalankan suatu pekerjaannya.
Gaya bahasa :simile
14. Meskipun sedang makan itu leman senyum-senyum juga,jelas kelihatan bahwa senyum itudibuat-buatnya,bukan senyuman dari hati. Fikirannya tertubuk,terbayang kemukanya,”kalau “hati dibawa gelak,tak ubahnya seperti panas mengandung hujan”.
Makna :perasaan yang gelisah akan terpancar di wajah kita walaupun di luar kelihatan senang.
Gaya bahasa :simile
15. mari kita hidup berdua tumpahkan kepercayaanmu kepada ku,kepercayaan yang tiada berkulit dan berisi.(hlm:32).
 Makna :kepercayaan yang tidah ada batasanya dan tampa ada rasa enggan didalm hati.
Gaya bahasa :
16. Sebab kehidupan itu adalah laksana bahtera jua,si suami adalah nahkoda,si istri                            juragan,dengan berdualah selamat perjalanan itu.(hlm:33)
Makna :ialah apabial kehidupan itu dijalani dengan rukun dan damai pasti akhirnya akan bahagia selamanya.
Gaya bahasa :simile
16. Karena tak ubahnya anak dagang itu merupakan unggas pipit terbang berbondong.hinggap di pohon yang lebat bunganya.kelak bunga itu telah gugur ke bumi,burung-burung itupun akan hinggaplah kepohon-pohon yang lain pula,yang masih segar bunganya.(hlm:36)
      Makna :ialah kehidupan itu tidak akan selalu indah pada masanya akan ada berubahan       Gaya bahasa :simile
17. Orang tidak insaf,biasanya kalau bintang akan naik walaupun bagai mana tebalnya awan tidaklah akan dapat menghalangi cahayanya.(hlm:40).
      Makna :ialah orang yang berbuat jahat apapun yang menghalanginya tidak akan dihiraukannya.
      Gaya bahasa :simile.
18. Maka ditentukanlah hari berangkat, habis gajian 30 (hal 45). (Sinekdoke)
19. Poniem sangat merasa beruntung dan bertambah hormat kepada suaminya, sebab diketahuinya bahwa suaminya itu tidaklah orang terbuang; melainkan rimbun rampak dalam kaumnya, ada beradik berkakak, meski ibunya yang kandung sudah taka da lagi. (hal 48) (Epitet)
20. Bagaimanapun kekayaan yang didapat oleh Leman, tentu setinggi-tinggi melambung akan kembali ketanah jua, kemana kekayaan yang sebanyak itu akan dibawa (hal 49). (Metonimia)
21. Pendeknya, kalau engkau suka Leman, bukan ayam yang akan mencari padi, tetapi padilah yang mencari ayam (hal 58). (Personifikasi)
22. Perasaan-perasaan demikianlah yang selalu berperang dalam hatinya (hal 60). (Personofikasi)
23. Dia hanya menggantang rintang menghadap asap, memandang langit, memikir-mikirkan keberuntungan di zaman yang akan datang (hal 62). (Personfikasi)
24. Bukankah anak itu buah hati pengarang jantung, patri berumah tangga? (hal 65). (Personfikasi)
25. Kalau tidak setuju dengan bunyi suara hati kecil kita, tentu juga tidak akan kita turutkan (hal 66). (Personfikasi)
26. Dahulu familimu hanya Poniem sendiri saja, engkau jatuh dia yang menyambut, engkau karam dia yang menyelami (hal 68). (Metonimia)
37. Kalau abang tak mau, mereka katanya akan “berkerat-keratan rotan” dengan abang, tidak akan mau mengakui bersaudara lagi (hal 78). (Metonimia)
38. Alangkah gelapnya hari kemudianku, langit manakah tempatku berlindung, bumi mana tempatku berpijak (hal 82). (Personfikasi)
39. “Demi Allah! Ke atas biarlah saya tidak berpucuk, ke bawah tak berurat, kalau sekiranya engkau ku sia-siakan” (hal 83). (Ironi)
30. Remuk, bagai kaca terhempas ke batu rasa sakit Poniem (hal 88). (Simile)
31. Meskipun telah jemunya kepada isteri yang tua dan bagaimanapun tertempuh hatinya kepada isteri yang muda, namu giliran pulang dijaganya pula sebaik-baiknya, jamnya ditentukannya, kesalnya tidak diperhatikannya, maknnya dienakkan pula, walaupun pahit bagai rimbang (hal 97). (Simile)
32. Tapi lama-lama tentu akan penuh juga ibarat orang menggantang. (hal 106). (Simile)
33. Adapun Mariathun, dia sekampung sehalaman sekota senegeri. (hlm 117). (Asindeton)
34. Perempuan adalah lautan. (hlm 117)
(Metafora)
35. Dengan beransur-ansur Leman telah tertelan oleh Mariathun. (hlm 117)
(Hiperbol)
36. Ibarat suatu bisul yang telah lama bengkak dan menanah, sekarang akan kejadianlah letusnya. (hlm 118). (Simile)
37. Dia melihat saja akan perangai madunya itu dengan benci. (hlm 118)
(Epitet)
38. Sebagai kilat cepatnya Leman naik ke atas. (hlm 120)
(Simile)
39. Mata mereka berapi-api melihat Poniem. (hlm 121)
(Hiperbol)
40. Kalau seorang hanya menumpahkan hartanya buat anak dan isterinya, dia dnamakan “Batu Terbenam ke Bancah” tidak memikirkan dunsanak dan kemenakan sendiri, hanya memperkaya “orang Lain” saja. (hlm 128). (Simile)
41. Sekarang yang menyewa toko itu sendiri tidak sanggup lagi, tentu kawan itu menerima dengan jari sepuluh. (hlm 135). (Metafora)
42. Dunia itu sebagai roda pedati, sekali kita turun sekali kita naik; mendapat janganlah terlalu harap, rugi janganlah terlalu cemas. (hlm 136). (Simile)
43. Muka mereka telah hangus kena panas. (hlm 137)
(Hiperbol)
44. Di tempat yang agak jauh kelihatan Tuan besar dengan celana pendek dan topi lebar, tengah memeintah dengan gagahnya kepada kuli-kuli itu. (hlm 137). (Epitet)
45. Tarikan nafas yang panjang itu adalah laksana palu yang dibunyikan oleh ketua satu kerapatan, menjadi alamat bahwa pembicaraan telah putus, tidak dapat disambung lagi. (hlm 139). (Simile)
46. Suyono sudah pernah menyaksikan keadaan di dalam rumahtangganya dengan anak dan isterinya dari jong turun ke sampan rasanya nasibnya. (hlm 177). (Simile)
47. Dicubanya peruntungan ibarat orang berjudi, sekali menang, sekali kalah juga.
(hlm 178). (Simile)
Jadi  dari keseluruhan gaya bahasa diatas dapat disimpulkan bahwa gaya sebagai rangkaian ciri Pribadi karena nama pengarang atau penulisnya sudah ditentukan didalam sebuah karya tulisnya.


No comments: